Aspal dan perkembangannya di Indonesia

Selasa, Maret 22, 2011

Proses pengolahan minyak bumi yang berupa lumpur hitam untuk menjadi minyak bumi dalam bentuk yang beraneka ragam seperti kerosin, bensin, bensol, bio pertamax, bio diesel, minyak tanah, solar, dan lain sebagainya membutuhkan proses produksi yang panjang. Hasil keluaran dapat bertingkat-tingat maupun hanya mengeluarkan satu hasil saja.

Penjelasan mengenai tehnik dan cara mengolah minyak bumi mentah menjadi matang dapat dilihat pada artikel lain. Di sini saya akan menjelaskan lebih rinci mengenai hasil keluarannya, yaitu sebagai berikut di bawah ini :

1. Bensol
Bensol adalah bahan bakar kapal terbang atau pesawat terbang.

2. Minyak Diesel
Minyak diesel adalah cairan yang digunakan untuk menjalanan mesin diesel / disel.

3. Minyak Bakar
Minyak bakar adalah bahan bakar yang dipakai untuk kapal laut dan untuk keperluan operasional industri.

4. Gas Bakar
Gas bakar adalah gas yang berfungsi sebagai bahan bakar gas untuk kebutuhan hidup rumah tangga sehari-hari dan juga untuk keperluan bahan industri.

5. Kerosin atau alias Minyak Tanah
Kerosin adalah bahan bakar cair untuk kebutuhan rumah tangga.

6. Bensin
Bensin adalah cairan yang difungsikan untuk bahan bakar kendaraan bermotor seperti mobil dan motor.

7. Arang atau Batu Ampas
Arang adalah bahan bakar yang banyak dipakai untuk kebutuhan industri.

-----

Tambahan :

Hasil Proses pengolahan minyak bumi juga dapat menghasilkan keluaran lain yang dapat digunakan seperti sebagaimana berikut di bawah ini :

1. Aspal
Aspal adalah salah satu material yang digunakan untuk membuat jalan raya.

2. Gas Hidrokarbon
Hidrokarbon adalah bahan untuk memproduksi karet sistetis atau tiruan dari bahan dasar plastik

3. Parafin
Parafin adalah salah satu bahan yang dipakai untuk tutup botol, industri tenun menenun, korek api, korek api, lilin batik dan masih banyak lagi lainnya.






Lebih jauh tentang aspal :
sumber : koran jakarta,2010
http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=55569

Jalan raya merupakan potret sebuah negara. Negara makmur umumnya memiliki banyak jalan raya yang mulus. Sayangnya, potret itu tidak ditemui di Indonesia.

Masih banyak jalan raya yang kondisinya rusak, meski di Jakarta yang notabene sebagai ibu kota Tanah Air.

Saking banyaknya jalan yang “bopeng-bopeng”, untuk memperbaiki serta memelihara infrastruktur tersebut dibutuhkan sekitar 1,2 juta ton aspal minyak per tahun.






keterangan : kondisi ruas jalan arteri di semarang


Coba bandingkan dengan ini :
keterangan : jalan tol di guangzhao,china

keterangan : jalan di belanda




Jumlah itu tidak sebanding dengan kapasitas produksi aspal minyak nasional yang hanya sekitar 720 ribu ton per tahun.

Dari jumlah itu tingkat produksi ekonomis aspal minyak Indonesia hanya 300 sampai 450 ribu ton per tahun, atau sekitar 50 persen dari kapasitas penuhnya.

Tak pelak, setiap tahun Indonesia harus mengimpor aspal sekitar 700 ribu ton per tahun.

Artinya, negeri ini harus menguras devisa tidak kurang dari 700 juta dollar AS atau sekitar 7 triliun rupiah per tahun.

Permasalahannya, kalaupun pro duksi aspal Indonesia ditingkatkan sampai kapasitas penuh, penyediaan 700 ribu ton aspal per tahun yang berasal dari impor tidak akan berkurang.

Tidak hanya itu, aspal produksi nasional akan terbuang sia-sia. Mengapa demikian?

Menurut Suhardjo Poertadji, peneliti aspal dari Universitas Indonesia, kualitas atau kinerja aspal produksi Indonesia tidak memenuhi standar persyaratan pembuatan jalan raya kelas satu di perkotaan, jalan tol, dan jembatan.

Pasalnya, aspal produksi Indonesia merupakan hasil turunan atau hasil samping dari pengilangan minyak mentah yang berkualitas rendah.

Runyamnya, aspal sebagai bahan utama pembuatan jalan raya saat ini nyaris luput dari perhatian kegiatan riset di Indonesia. Padahal, aspal memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Dari segi akademik, struktur dan komposisi aspal cukup menarik untuk diteliti karena sangat bervariasi dan memungkinkan untuk dimodifikasi.

Karena itu, Suhardjo tertarik untuk melakukan penelitian agar aspal minyak Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal, tidak terbuang sia-sia.

Penelitian itu juga dimaksudkan untuk memperoleh jenis-jenis aspal baru yang kualitasnya secara terus- menerus dapat ditingkatkan.

Alhasil, Indonesia pun dapat menghemat devisa. Lantas, bagaimana caranya agar aspal produksi Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal?

“Tentu saja dengan meningkatkan kualitas atau kinerja aspal produksi Indonesia agar menjadi sekelas atau setingkat dengan kualitas aspal minyak impor,” ujar Suhardjo yang juga dosen di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UI.

Hal tersebut sangat mungkin dilakukan lantaran aspal impor maupun aspal nasional merupakan hasil turunan dari bahan alam minyak bumi.

Aspal yang dipakai untuk pembuatan jalan raya itu sering disebut sebagai aspal perkerasan (pavement asphalt) atau aspal pengikat (binder).

Maksudnya, aspal berfungsi untuk mengikat agregat (berbentuk batu-batuan) agar menyatu dan keras seperti kerasnya aspal di jalan raya.

“Apabila struktur dan komposisi aspal minyak dapat dikenal dengan baik, maka bukan tidak mungkin kualitas atau kinerja aspal minyak Indonesia dapat ditingkatkan sedemikian rupa,” kata Suhardjo.

Cara pertama untuk meningkatkan kualitas aspal minyak adalah dengan membuat rancang bangun pabrik aspal sesuai dengan teknologi mutakhir.

Pabrik aspal didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap kualitas produk yang dihasilkan, yaitu metode blowing.

Cara pertama itu masih sulit diterapkan di Indonesia lantaran memerlukan modal awal yang besar untuk membongkar pabrik lama.

Untuk membangun pabrik dengan spesifikasi yang baru, lanjut Suhardjo, saat ini masih banyak komponen impor.

Spesifikasi pabrik juga harus dilengkapi dengan konstruksi pengendalian polusi udara yang prima.

Di samping itu, dibutuhkan pula tingkat kedisiplinan tenaga kerja yang ketat untuk mengendalikan risiko operasional yang rawan bahaya ledakan atau kebakaran.

Apabila cara pertama sulit diimplementasikan, masih ada cara kedua untuk meningkatkan kualitas aspal.

Cara tersebut ialah memasukkan butiran-butiran halus senyawa logam tertentu ke dalam aspal minyak.

Senyawa logam itu berfungsi sebagai pengisi (filler) untuk menguatkan (enforcement) aspal minyak.

Jumlah atau persentase volume total senyawa logam yang diperlukan relatif sangat kecil dibandingkan dengan jumlah aspal yang akan diperkuat.

Jumlahnya kurang dari satu part per millions (ppm).

Hal itu berarti hanya diperlukan senyawa logam kurang dari satu per satu juta berat aspal yang akan diperkuat.

Ukuran atau besaran diameter butirnya harus cukup halus, mencapai ukuran beberapa nanometer (10 pangkat minus 9 meter atau sepersejuta milimeter).

“Cara kedua tersebut tampak sederhana, tetapi tidak mudah dilaksanakan karena menyangkut ilmu dan teknologi nano,” tutur Suhardjo.

Memanfaatkan Aspal Alam

Metode lain peningkatan kualitas aspal dilakukan dengan memanfaatkan aspal alam sebagai bahan aditif di dalam aspal minyak.

Cara ketiga itu telah dikenal dengan baik di dunia, tetapi harus menggunakan aspal alam yang sesuai dengan karakter dan komposisi aspal minyak yang akan ditingkatkan kinerjanya.

Dengan kata lain, aspal alam yang berfungsi sebagai aditif harus diolah terlebih dahulu agar mampu meningkatkan kinerja aspal minyak.

Indonesia memiliki deposit aspal alam, khususnya di Pulau Buton, yang volumenya mencapai 670 juta ton.

Agar mudah diingat dan terdengar nyaring, sebut saja aspal alam Indonesia itu disebut sebagai Buton Lake Asphalt atau disingkat BLA.

Sedangkan produk aditif berbasis aspal alam yang terkenal sekarang ini dan sudah menjadi bench mark atau leader market secara internasional adalah TLA (Trinidad Lake Asphalt).

Aditif TLA diproduksi dan diekspor ke seluruh dunia oleh sebuah negara kecil yang hidupnya bergantung pada aspal alam, yaitu Republik Trinidad.

Alternatif cara peningkatan kualitas aspal yang lain, atau cara keempat, lebih tepat disebut pemanfaatan lebih optimum aspal alam.

Hal itu dilakukan dengan memodifikasi aspal alam agar dapat dipakai sebagai aspal perkerasan atau pengikat agregat untuk membuat jalan raya.

Bahan untuk memodifikasi (modifier) aspal alam yang telah dimurnikan dapat juga digunakan aspal minyak yang diolah sedemikian rupa.

Menurut Suhardjo, sekarang ini penelitian tentang aspal di Indonesia terfokus pada cara ketiga, di samping cara kedua dan keempat.

Hasil yang telah diperoleh di antaranya adalah dipatenkannya dua jenis aditif berbasis aspal alam Buton yang disebut Butonite Rock Asphalt 1 (BRA-1) dan BRA-2.

Kedua jenis aditif tersebut memiliki spesifikasi dan kualifikasi di atas Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang kualitas aspal yang direkomendasikan oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

Setelah anak bangsa mampu mengolah aspal alam sebagai aditif kinerja aspal minyak, kini tinggal kebijakan pemerintah apakah masih terus bergantung pada negara lain atau berpihak pada produk dalam negeri.

Namun, dalam pelaksanaan proyek pembuatan jalan kelas 1, pe merintah memercayakan aspal impor dengan merek tertentu yang sudah dikenal secara internasional.

Kemudian untuk meyakinkan kualitas aspal yang digunakan, biasanya dilakukan pengujian di lapangan yang disebut uji gelar.

0 komentar:

Posting Komentar